(Sorry, nog steeds in verfijning)
MAJAPAHIT
Gusti Ki Panji Sakti, een gekopieerde vele namen: Ki Barak, Gde Pasekan, Gusti Panji, Panji Sakti Ki, Ki Gusti Anglurah Panji Sakti, die impliceert stoer - vast,
Tijdens de macht in Den Hill Panji Sakti sinds 1660an tot 1697 zeer gerespecteerde vriend en vijand. Met Gowak troepen samen met de mensen, zijn koninklijken meester Blambangan, Pasuruan, Jembrana georganiseerd. Tot 1690an Panji Sakti genieten van succes.
Buleleng is de naam van het kasteel, dat werd gebouwd in het midden van de heide Panji Sakti gembal maïs wordt ook wel Buleleng. Ligt niet ver van de rivier genaamd Tukad Buleleng. Zijn kasteel genaamd Kasteel Buleleng. De oudere kasteel, gelegen in het dorp met de naam Sangket Sukasada kasteel. Gusti Ki Panji magie overleed in 1699 zal naar verwachting een groot aantal nakomelingen te verlaten.
Helaas zonen Gusti Ki Panji Sakti hebben verschillende gedachten naar elkaar, zodat Buleleng koninkrijk werd zwakker. Buleleng regering belah.Akhirnya regering gecontroleerde split Mengwi, met inbegrip van Blambangan. Afgezien van de greep Mengwi vervolgens in 1783 in handen viel van de regering van Karangasem. Aangezien het gebeurde een paar keer een verandering van herkomst, de koning van Karangasem. Een van de oorspronkelijke koning van Karangasem die ik Gusti Gde Karang troont als koning van Buleleng in 1806-1818. Als koning is hij ook een meester van Buleleng en Karangasem koninkrijk Jembrana. Hij is bekend wal en verdachte buitenlanders. Inderdaad op dat moment vreemde naties zoals Nederland en Engeland wilden om te heersen over Bali Buleleng en Jembrana.
Sir Stamford Raffles, a British fell in love with Bali, both natural and cultural after briefly visiting this tiny island in the year 1811. After that he came back to Buleleng want to work with I Gusti Gde corals to build the port city as Singapore. Raffles tempted to see the bustling port of Buleleng seen very strategic location between the islands was Nusantara.Memang Buleleng era heyday from the opium monopoly and the sale of slaves. King of Buleleng I Gusti Gde Karang apparently interested in Raffles article. But can not be done, because Raffles himself strongly opposed to the sale of slaves had been kept conducted by the king I Gusti Gde Karang. Between love and revenge, in 1814 it took a British warship to Buleleng, but no battle.
At night, Wednesday November 24, 1815 by natural disasters happen in Buleleng. Some villages silted with residents, there is a drift towards the sea with pendudukn
After that I Gusti Gde Karang clear land and build a new palace, situated on the west road called castle Singaraja. New castle across the street from Buleleng castle built Ki Gusti Way banner.
Babad
andul, Hans Hagerdal:
.... Menurut the Babad andul this was
done by inviting the manca agung to the royal centre at Singapura ...... (...
Menurut Babad andul itu terjadi dengan mengundang manca agung ke pusat
pemerintahan di Singapura .... :)
Komentar penulis : Waktu Jembrana masih dibawah
kerajaan Buleleng tentang Manca Agung Jembrana bernama Brambangmurti mendapat
undangan ke Singapura di Buleleng. Tidak
mendapat penjelasan tahun berapa Babad andul dibuat, dengan masih menyebut
Singapura untuk Singaraja, namun bisa diperkirakan sekitar 1850an. Mungkinkah
benar dulunya bernama Singpapura sebelum berganti menjadi Singaraja?? Kalau
demikian Raffles memang benar berperan dan perkiraan Bill Dalton dalam bukunya
Bali Handbook makin mendekati kenyataan (baca di ruang hijau sebelah kiri). Namun
perlu penelitian seksama oleh para akhli sejarah ..
I
Gusti Ngurah Jelantik sebagai Panglima Perang.
Untuk mengisi kekosongan jabatan, Dalem Waturenggong memanggil keturunan I
Gusti Cacaran yang bergelar I Gusti Ngurah Jelantik untuk kembali ke Gelgel
dengan diberi jabatan Panglima Perang. Dalem Watu renggong yang wafat di
sekitar tahun 1551M yang diganti oleh putranya bernama Dalem bekung. Pada
tahun 1597 Dalem bekung memerintahkan Panglima Perang I Gusti Ngurah Jelantik
(III) untuk menumpas pemberontakan di Blambangan dan Pasuruhan. Dalam perang
tanding dengan sengaja beliau tidak membawa senjata (mamogol), dan itu memang
dengan sengaja dilakukan agar terbunuh dalam perang untuk tujuan menebus dosa
leluhurnya. Ia gugur meninggalkan istri yang sedang hamil. Ketika putranya
lahir diberi nama Jelantik Bogol atau I Gusti Ngurah Jelantik (IV).
Kemudian Dalem bekung digantikan oleh Dalem Sagening. Pada tahun 1621 Dalem
Sagening memerintahkan I Gusti Ngurah Jelantik (IV / Bogol) untuk menundukkan
penguasa Nusa Penida, Ki Dalem Bungkut atau Dalem Dukut atau Dalem Nusa.
Dengan keris kaliliran yang dijuluki Ki Pencok Saang, I Gusti Ngurah Jelantik Bogol
dapat membinasakan Dalem Bungkut dengan cara ksatria. I Gusti Ngurah Jelantik
Bogol mendapat pujian dan penghargaan dari Dalem Sagening. Namun hal itu
menimbulkan perasaan iri pihak kantor lain. I Gusti Ngurah Jelantik Bogol (IV)
diganti oleh I Gusti Ngurah Jelantik V. Kemudian pada waktunya I Gusti Ngurah
Jelantik V digantikan oleh I Gusti Ngurah Jelantik VI.
Untuk mengisi kekosongan jabatan, Dalem Waturenggong memanggil keturunan I
Gusti Cacaran yang bergelar I Gusti Ngurah Jelantik untuk kembali ke Gelgel
dengan diberi jabatan Panglima Perang. Dalem Watu renggong yang wafat di
sekitar tahun 1551M yang diganti oleh putranya bernama Dalem bekung. Pada
tahun 1597 Dalem bekung memerintahkan Panglima Perang I Gusti Ngurah Jelantik
(III) untuk menumpas pemberontakan di Blambangan dan Pasuruhan. Dalam perang
tanding dengan sengaja beliau tidak membawa senjata (mamogol), dan itu memang
dengan sengaja dilakukan agar terbunuh dalam perang untuk tujuan menebus dosa
leluhurnya. Ia gugur meninggalkan istri yang sedang hamil. Ketika putranya
lahir diberi nama Jelantik Bogol atau I Gusti Ngurah Jelantik (IV).
Kemudian Dalem bekung digantikan oleh Dalem Sagening. Pada tahun 1621 Dalem
Sagening memerintahkan I Gusti Ngurah Jelantik (IV / Bogol) untuk menundukkan
penguasa Nusa Penida, Ki Dalem Bungkut atau Dalem Dukut atau Dalem Nusa.
Dengan keris kaliliran yang dijuluki Ki Pencok Saang, I Gusti Ngurah Jelantik Bogol
dapat membinasakan Dalem Bungkut dengan cara ksatria. I Gusti Ngurah Jelantik
Bogol mendapat pujian dan penghargaan dari Dalem Sagening. Namun hal itu
menimbulkan perasaan iri pihak kantor lain. I Gusti Ngurah Jelantik Bogol (IV)
diganti oleh I Gusti Ngurah Jelantik V. Kemudian pada waktunya I Gusti Ngurah
Jelantik V digantikan oleh I Gusti Ngurah Jelantik VI.
Gelgel power weakened.
Dalem Sagening died in 1624. He was succeeded by his son named Dalem
Made in the young. Gelgel royal officials busy time with
their own affairs so that areas such as Sumbawa, Lombok and
Blambangan gradually overpowered the other. Bali also began serious condition. year
1639 troops of Sultan Agung of Mataram kingdom attacked Bali. but thanks
I Gusti Ngurah Jelantik alertness (VI), I Gusti Ngurah father Panji Sakti,
Mataram troops be expelled once fell from his ship so that Kuta Beach
enemy fled not go back again. The incident enviable
increases, giving rise to intrigue on the part of government officials, especially
of Patih General I Gusti Agung Maruti continues to affect Dalem still
young to ask keris (kaliliran) belongs named I Gusti Ngurah Jelantik
Ki Pencok Saang very auspicious, but I Gusti Ngurah expressly Jelantik
will not give it his ancestors heirloom. I Gusti Ngurah Jelantik and
his family had received several armed attacks errand I
Gusti Agung Maruti to kill him but failed. is essentially
when I Gusti Agung Maruti has keris was later able to master
Dalem and can more freely Gelgel take over the kingdom. I want power properties
Gusti Agung Maruti raises anxiety so many bigwigs
government and community meningglkan Gelgel and fled to safety,
spread to remote villages in Bali. Diantaranyan many families moved to Den
Bukit (Buleleng) and get protection I Gusti Ngurah Panji Sakti.
I
Gusti Agung Maruti merebut kekuasaan Dalem Gelgel.
Keinginan I Gusti Agung Maruti berhasil mengusir Dalem dan menguasai istana
Gelgel, kemudian pada tahun 1655 mengangkat dirinya sebagai penguasa pemerintah
Bali dengan nama Dalem Gelgel. Namun posisi I Gusti Agung Maruti sebagai
raja Bali atau Dalem Gelgel tidak diakui sehingga timbul beberapa penguasa
wilayah baru di Bali, seperti di wilayah Den Bukit dengan nama kerajaan Buleleng
yang dikuasai oleh I Gusti Ngurah Panji Sakti. Selain itu muncul kerajaan
Karangasem, Bangli, Mengwi, Gianyar, Jembrana, Tabanan, Badung dan pemerintah
lainnya. Kekuasaan I Gusti Agung Maruti sebagai Dalem Gelgel berakhir tahun
1686 oleh serangan koalisi dengan gugurnya Panglima Perang pasukan I Gusti
Agung Maruti yang bernama Ki Dukut Kerta yang berhasil dibunuh oleh Ki
Tamblang Sampun, Panglima Perang I Gusti Ngurah Panji Sakti dari pemerintah
Buleleng.
Keinginan I Gusti Agung Maruti berhasil mengusir Dalem dan menguasai istana
Gelgel, kemudian pada tahun 1655 mengangkat dirinya sebagai penguasa pemerintah
Bali dengan nama Dalem Gelgel. Namun posisi I Gusti Agung Maruti sebagai
raja Bali atau Dalem Gelgel tidak diakui sehingga timbul beberapa penguasa
wilayah baru di Bali, seperti di wilayah Den Bukit dengan nama kerajaan Buleleng
yang dikuasai oleh I Gusti Ngurah Panji Sakti. Selain itu muncul kerajaan
Karangasem, Bangli, Mengwi, Gianyar, Jembrana, Tabanan, Badung dan pemerintah
lainnya. Kekuasaan I Gusti Agung Maruti sebagai Dalem Gelgel berakhir tahun
1686 oleh serangan koalisi dengan gugurnya Panglima Perang pasukan I Gusti
Agung Maruti yang bernama Ki Dukut Kerta yang berhasil dibunuh oleh Ki
Tamblang Sampun, Panglima Perang I Gusti Ngurah Panji Sakti dari pemerintah
Buleleng.
Kekuasaan
Dalem di Gelgel runtuh.
Meskipun I Gusti Agung Maruti telah melarikan diri namun kekuasaan Gelgel sudah
tidak mungkin dikembalikan lagi sebagai susuhan Bali. Pusat pemerintahan
pindah ke Kelungkung yang disebut Semarapura dengan Dewa Agung Jambe
sebagai raja. Namun pemberontakan terjadi di seluruh Bali dengan beberapa
wilayah yang masing-masing berusaha membentuk negara sendiri.
I Gusti Anglurah Panji bertahan dengan keutuhan negara Buleleng.
Meskipun I Gusti Agung Maruti telah melarikan diri namun kekuasaan Gelgel sudah
tidak mungkin dikembalikan lagi sebagai susuhan Bali. Pusat pemerintahan
pindah ke Kelungkung yang disebut Semarapura dengan Dewa Agung Jambe
sebagai raja. Namun pemberontakan terjadi di seluruh Bali dengan beberapa
wilayah yang masing-masing berusaha membentuk negara sendiri.
I Gusti Anglurah Panji bertahan dengan keutuhan negara Buleleng.
RUNTUHNYA KERAJAAN BEDAHULU.
Seperti terbaca dalam berbagai buku maupun babad, bahwa sebagai tonggak
sejarah Bali adalah peristiwa pada tahun 1343, pada waktu Maha Patih Gajah Mada
dalam usahanya untuk menguasai Bali. Pemerintah Bali waktu itu dipimpin oleh Sri
Gajah Waktra alias Sri Astasura Ratna Bumi Banten yang sangat perkasa dengan
para patih dan prajurit pilihan sudah merasa mampu, ingin punya kerajaan yang
lepas dari kekuasaan yang berpusat di Majapahit. Meskipun ia sebenarnya
berasal dari Majapahit, namun ingin punya pemerintahan sendiri yang berbeda, tidak
mau berada dibawah Majapahit. Karena Raja Bali Sri Astasura Ratna Bumi Banten
"tampil beda", maka disebut "Raja Bedahulu" dan kerajaannya disebut
"Kerajaan Bedahulu".
Kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Sri Ratu Tribhuwanatunggadewi, tidak bisa
menerima adanya kerajaan saingan seperti kerajaan "Bedahulu". Maka Patih Gajah
Mada berangkat ke Bali dengan pasukan pilihan dan menggempur Bali. Ternyata
memang pemerintah "Bedahulu" tidak mudah dikalahkan. Dalam bebarapa kali
penyerangan, Panglima Perang "Bedahulu" Ki Kebo Iwa akhirnya dapat dibinasakan
dengan cara tipu musliat yang cerdik dari Maha Patih Gajah Mada. Sedangkan
Pasung Grigis, setelah kematian Kebo Iwa memutuskan untuk ikut bergabung dalam
pemerintahan bentukan Majapahit. Untuk menguji kesetiaan ia diperintahkan
memimpin pasukan Majapahit untuk menaklukkan kerajaan Sumbawa yang dipimpin
Raja Dedela Nata. Sumbawa berhasil ditaklukkan namun keduanya, baik Pasung
Grigis maupun Dedela Nata gugur dalam perang tanding.
Dengan lenyapnya kerajaan Bedahulu, maka selanjutnya Negara Bangsul (Bali)
diserahkan kepada Kyai Agung Pasek Gelgel dan Mpu Wijaksara yang dikenal
dengan nama Ki Patih Wulung yang selama kurang lebih 7 tahun terus berjuang
mengamankan Bali.
Karena merasa sudah selesai tugasnya, maka Patih Wulung dan Kyai Agung Pasek
Gelgel merasa perlu untuk datang ke Majapahit untuk melaporkan keberadaan Bali.
Setelah dirundingkan maka Patih Gajah Mada menganggap sudah waktunya
mencari seorang raja berasal dari kerajaan Majapahit untuk dinobatkan di Bali
sebagai Adipati. Untuk itu lalu dipilih yang terbaik di antara putra-putri Danghyang
Kapakisan yang tidak lain adalah Bagawanta kerajaan Majapahit, untuk mengisi
jabatan di daerah-daerah yang telah dikuasainya. Putra kepertama menjadi Adipati
di Blambangan, Putra kedua menjadi Adipati di Pasuruhan, Putra ketiga (putri)
menjadi Adipati di Sumbawa dan Putra keempat menjadi Adipati di Bali. Empat
bersaudara tersebut berasal dari keturunan Brahmana (Empu Soma Kapakisan)
yang telah diturunkan tingkat kebangsawanannya menjadi Ksatrya agar sesuai
menjabat sebagai Adipati.
Dalem
Ketut Kresna Kapakisan Adipati Bali.
Sejak tahun 1350M yang menjadi Adipati atau Raja di Bali bergelar Dalem Ketut
Kresna Kapakisan. Istana beliau dibangun di Samprangan (sekarang Samplangan,
Gianyar) sebagai pusat pemerintahan, maka beliau diberikan gelar Dalem
Samprangan. Patih Gajah Mada melengkapi Dalem dengan beberapa benda
pusaka bertuah asal Majapahit, seperti Keris Ganja Dungkul dan kelengkapan
istana lainnya. Pemerintahan Dalem Samprangan didampingi oleh para Arya dari
Jawa seperti: Arya Wang Bang ditempatkan di Samprangan, Arya Kanuruhan di
Tangkas, Arya Kenceng di Tabanan, Arya Belog di Kaba-kaba, Arya Kutawaringin di
Klungkung, Arya Sentong di Carangsari, Arya Pamacekan di Bondalem, Arya Getas
di Tianyar, Arya Belentong di Pacung, Arya Manguri, Arya Pangalasan.
Dalam pada itu, untuk mendukung pemerintahan Dalem Ketut Kresna Kapakisan,
warga I Gusti Pasek Gelgel yang sudah banyak jumlahnya diberikan tugas sebagai
Bendesa untuk memelihara parahyangan dan upacara yadnya di seluruh wilayah
Balidwipa. Untuk itu mereka diberikan areal tanah masing-masing dengan luas
tertentu untuk penghidupannya. Selain itu ada juga beberapa yang diangkat
sebagai prajurit dan pejabat di pemerintahan.
Dalem Ketut Kresna Kapakisan ternyata kurang memahami kondisi masyarakat Bali
yang pada umumnya telah memiliki adat kebiasaan dan budaya masing-masing
wilayah, terutama dalam masyarakat Bali M ula . Pemerintahan Dalem Samprangan
dianggap terlalu sentralistik dengan menempatkan para Arya dari Wilwatikta
(Majapahit) sebagai wakil pemerintahan sampai di daerah-daerah dengan
penguasaan wilayah dan tanah dengan penduduknya yang di wajiban bayar upeti.
Maka timbul pemberontakan di berbagai desa seperti: Batur, Cempaga, Songan,
Kedisan, Abang, Pinggon Muntig, Pludu, Kintamani, Srahi, Manikliu, Bonyoh, Taro,
Bajad, Sukawana. Juga desa Culik, tista, Basangalas, Got, Margatiga, Sekul
kuning, Garinten, Lokasrana, Puhan, Bulakan, Tulamben dan desa lainnya. Untuk
meredam gejolak di berbagai pelosok wilayah, Patih Gajah Mada mendatangkan
Arya Gajah Para yang ditempatkan di Toya Anyar (Tianyar). Kemudian juga
menempatkan golongan Wesia yang bernama Tankober, Tankawur, Tan Mundur
untuk menjaga keamanan di Bali. Setelah itu kondisi keamanan menjadi lebih baik
sementara waktu.
Sejak tahun 1350M yang menjadi Adipati atau Raja di Bali bergelar Dalem Ketut
Kresna Kapakisan. Istana beliau dibangun di Samprangan (sekarang Samplangan,
Gianyar) sebagai pusat pemerintahan, maka beliau diberikan gelar Dalem
Samprangan. Patih Gajah Mada melengkapi Dalem dengan beberapa benda
pusaka bertuah asal Majapahit, seperti Keris Ganja Dungkul dan kelengkapan
istana lainnya. Pemerintahan Dalem Samprangan didampingi oleh para Arya dari
Jawa seperti: Arya Wang Bang ditempatkan di Samprangan, Arya Kanuruhan di
Tangkas, Arya Kenceng di Tabanan, Arya Belog di Kaba-kaba, Arya Kutawaringin di
Klungkung, Arya Sentong di Carangsari, Arya Pamacekan di Bondalem, Arya Getas
di Tianyar, Arya Belentong di Pacung, Arya Manguri, Arya Pangalasan.
Dalam pada itu, untuk mendukung pemerintahan Dalem Ketut Kresna Kapakisan,
warga I Gusti Pasek Gelgel yang sudah banyak jumlahnya diberikan tugas sebagai
Bendesa untuk memelihara parahyangan dan upacara yadnya di seluruh wilayah
Balidwipa. Untuk itu mereka diberikan areal tanah masing-masing dengan luas
tertentu untuk penghidupannya. Selain itu ada juga beberapa yang diangkat
sebagai prajurit dan pejabat di pemerintahan.
Dalem Ketut Kresna Kapakisan ternyata kurang memahami kondisi masyarakat Bali
yang pada umumnya telah memiliki adat kebiasaan dan budaya masing-masing
wilayah, terutama dalam masyarakat Bali M ula . Pemerintahan Dalem Samprangan
dianggap terlalu sentralistik dengan menempatkan para Arya dari Wilwatikta
(Majapahit) sebagai wakil pemerintahan sampai di daerah-daerah dengan
penguasaan wilayah dan tanah dengan penduduknya yang di wajiban bayar upeti.
Maka timbul pemberontakan di berbagai desa seperti: Batur, Cempaga, Songan,
Kedisan, Abang, Pinggon Muntig, Pludu, Kintamani, Srahi, Manikliu, Bonyoh, Taro,
Bajad, Sukawana. Juga desa Culik, tista, Basangalas, Got, Margatiga, Sekul
kuning, Garinten, Lokasrana, Puhan, Bulakan, Tulamben dan desa lainnya. Untuk
meredam gejolak di berbagai pelosok wilayah, Patih Gajah Mada mendatangkan
Arya Gajah Para yang ditempatkan di Toya Anyar (Tianyar). Kemudian juga
menempatkan golongan Wesia yang bernama Tankober, Tankawur, Tan Mundur
untuk menjaga keamanan di Bali. Setelah itu kondisi keamanan menjadi lebih baik
sementara waktu.
Dalem Ketut Bali Krishna Kapakisan Duke.
Since the 1350M Duke or King Dalem Ketut in Bali title
Krishna Kapakisan. His palace was built in Samprangan (now Samplangan,
Gianyar) as the center of government, that he was awarded a tradional
Samprangan. Prime minister Gajah Mada Dalem complete with several objects
Majapahit origin auspicious treasures, like Kris Ganja Dungkul and completeness
other castle. Government Dalem Samprangan accompanied by the Aryans from
Java such as: Arya Wang Bang placed Samprangan, Arya Kanuruhan in
Agile, in Tabanan kenceng Arya, Arya Belog at Kaba-kaba, Arya Kutawaringin in
Klungkung, Sentong in Carangsari Arya, Arya Pamacekan Bondalem, Arya Brittle
in Tianyar, Arya Belentong in Pacung, Manguri Arya, Arya Pangalasan.
In the meantime, to support the government of Dalem Ketut Kapakisan Krishna,
I Gusti Pasek Gelgel residents who have given numerous tasks as
Bendesa to maintain yadnya parahyangan and ceremonies throughout the region
Balidwipa. For that they were given their respective areas of land with an area of
particular for their livelihood. There was also some raised
as soldiers and government officials.
Dalem Ketut Krishna Kapakisan apparently do not understand the condition of the people of Bali
which generally has had customs and culture of their respective
region, especially in the Balinese M ula. Government Dalem Samprangan
considered too centralized by placing the Aryans from Wilwatikta
(Majapahit) as a representative of government reach areas with
possession of territory and population in the ground with obligations to pay tribute.
Thus arose the insurgency in various villages like: Batur, Cempaga, Songan,
Kedisan, Abang, Pinggon Muntig, Pludu, Kintamani, Srahi, Manikliu, Bonyoh, Taro,
Bajad, Sukawana. Also village kidnap, Tista, Basangalas, Got, Margatiga, Sekul
yellow, Garinten, Lokasrana, Puhan, Bulakan, Tulamben and other villages. For
dampen volatility in various parts of the region, his prime minister Gajah Mada bring
The Elephant Arya placed Toya Anyar (Tianyar). Then also
put class Wesia named Tankober, Tankawur, Tan Backward
to maintain security. After that the security situation for the better
temporarily.
Sri Nararya Kapakisan as Prime Minister.
Turbulence is still occurring and prolonged condition makes the
Duke Dalem Krishna Kapakisan desperate to step down, even
wanted to return home to the Majapahit. In such circumstances, it is immediately sent
envoy to the Majapahit dipimpinan duke duke inquired Wulung for Elephants
Mada. After consulting with his prime minister and Kyai Wulung Court
Pasek Gelgel, then prime minister Gajah Mada decided to immediately instruct
Arya Kapakisan from Kadiri to come to Bali and was immediately appointed as regent
Agung Balinese kingdom. In Arya 1352M Kapakisan appointed by the prime minister Gajah
Mada as his prime minister-level Prime Minister Agung Bali government. Duke Dalem
Krishna Kapakisan very pleased to welcome the appointment of Sri Arya Kapakisan
as Prime Minister as well as the Advisory Dalem.
In 1380 Dalem Ketut Kapakisan Krishna died, he was replaced by the eldest son
Sri Agra Samprangan that are like preening. He is less attention to the
government. Often the duke and the long wait in the hall retainer
but in vain because no tradional also out. He therefore called
Dalem Ile.
Seeing this condition, Ki Gusti Kebon Dalem body seeks younger Ile
as a substitute. But the brother who likes to gamble it is hard to find, always
adjourn. Finally found in the village Pandak, then it is called
with the name of Ketut Ngulesir. At first he refused to replace tradional Ile
as Duke, but because seduction Ki Gusti Kebon body, eventually he would
named Duke. But with demand so beristana in Gelgel
called Swecapura, none other than the residence of Ki Gusti Kebon body.
The request was approved by the Minister and government officials. While
Dalem Ile Samprangan left alone in the palace.
From Samprangan moved to Gelgel.
Central government in Gelgel, no longer in Samprangan, the Duke of tradional
Ketut Ngulesir or better known as Sri Smara Kapakisan, because he
handsome. In the reign of Sri Smara Kapakisan driving enough
wise because it brings prosperity.
Prime Minister of Sri Nararya Kapakisan also moved to Gelgel build Puri
Kapatihan Dalem near the palace. After Sri Smara Kapakisan died, he
Dalem Watu Renggong replaced by the continuing policy of the government
Gelgel so the prosperity of the people equally in all areas of life. In
governance developments in Gelgel, Dalem Waturenggong also raised
some officials in accordance choice sendiri.seperti Arya hose as Commander
War with troops Mangap Dulang the notoriously tough. Palace
Waturenggong ordered Warlord / Patih Arya hose to
Blambangan attacked and won. But because of his error
heard the command Dalem, duke of hose blamed by Dalem and removed to
Den Hill.
After the Prime Minister of Sri Nararya Kapakisan died, succeeded by his son
The first named I Gusti Nyuh Aya as Prime Minister. I Gusti Nyuh Aya
has a number of sons and daughters. Then comes the time, he was replaced
by his first son, named I Gusti Petandakan, later replaced by I Gusti
Batan Oranges as Prime Minister.
Meanwhile, the sixth son of I Gusti Nyuh Aya named I Gusti Cacaran the
also known by the name of I Gusti Ngurah Jelantik (I) do not have a title
Importantly, chose to flee to the village Pesinggahan.
Panji Sakti
Arya Kapakisan is a descendant of King Bali, Sri Dharma Udayana Warmadewa and
Kings also Kadiri - East Java: Sri Airlangga, married the eldest son of Sri
Dharma Udayana - Gunapriya Dharmapatni - Sri Semarawijaya - Sri Kamesawara -
Sri Jayasabha - Sri Sastrajaya. While in Bali, which continued as king
Warmadewa dynasty was Sri Dharma Udayana's youngest son, who was named Sri
Children Wungsu until the year 1080. Arya Kapakisan brought (back) to Bali
by prime minister Gajah Mada was given the nickname Satriyeng Kadiri.
While I Gusti Anglurah Panji Sakti, he is a descendant of Aryeng Kadiri
by I Gusti Ngurah Jelantik - since the reign of Dalem Warlord
Waturenggong, through Arya Cacaran, Prime Minister I Gusti Nyuh Aya - Prime
Bali government minister at the time of Krishna Kapakisan Dalem Ketut. ancestors
King Airlangga is Sri Kediri. When passed will also lead to Bali
through the twentieth century Balinese king Udayana Warmadewa Sri XI. Then on the way
life is full of struggle to build the kingdom in Den Hill and always
linking Bali with Java (East). At the time of magic had to Solo Flag,
He saw immediately the former kingdom of Kadiri - Panjalu - Jenggala
concern. Returning from Solo and Blambangan, he built palaces
named Castle who later became the Kingdom of Buleleng Buleleng. then there
estimates by researchers of history, that Panji Sakti building the kingdom of Buleleng
means rebuilding the royal ancestors.
Buleleng is Jenggala (= corn gembal, Latin = Sorghum vulgare). In a policy establishing the kingdom of Buleleng, Panji Sakti Armed based on a form of love that is given to him by his father, I Gusti Ngurah Jelantik which provides two Heirloom (Heirloom) shaped dagger and a tulup Semang Ki Ki Ki Tunjungtutur or Pangkajatattwa. Next stock is conscious, that even though he was only the son of a concubine but her father explicitly recognize him as his own son. Following provisions, the consequences of her children were excluded from the royal family in Gelgel, in an early age was sent to the area Den Hill, living in the middle of his mother's family, Ni Gobleg Pasek, in the village of Panji, grew up in the construction of his uncle, Wayan Pasek Ki. Thus stated, the government formed a pattern Buleleng popular governance with the spirit megoakgoakan, anti-hegemony with the rehabilitation of government-controlled Gelgel I Gusti Agung Maruti and a local authority in Den Hill, anti-imperialism with the alliance ... Nature of defending the family and relatives, as families save Jelantik (cucunda) out of the collapsed Gelgel Blahbatuh by moving to the controls. In the spiritual field, he studied the teachings of "Kamahayanikan" which is then given to the Sentana. Piodalan time at Pura Gedong in Blahbatuh, besides giving teachings "Kamahayanikan" the ceremony "squeeze grandchildren", he submitted an heirloom tulup Ki Tunjungtutur as a sign of family relationships ..... I Gusti Anglurah Panji Sakti live a simple life in the castle and eventually moksah Flag - Buleleng.
Mohon pada Ida Au Komang Widari, agar mencantumkan sumber naskahnya: http://www.buleleng.com.
BalasHapusTerima kasih